Rabu, 19 Desember 2012



PROSESI LAMBANG ADAT PERKAWINAN GUMI SASAK

Dipresentasikan Lalu Nurudin pada tanggal 14 Desember 2012 

A.   Pendahuluan
Sasak adalah penduduk asli Pulau Lombok. Seperti juga kelompok etnik lain di Indonesia, suku Sasak berasal dari keturunan Austronesia yang bermigrasi dari daratan Asia sekitar 5.000 tahun SM dan tinggal di daerah-daerah di Asia Tenggara sampai ke Kepulauan Pasifik Selatan. Saat ini 85% dari populasi Lombok adalah suku Sasak. Meskipun Lombok sangat dipengaruhi oleh budaya Bali yang mayoritas memeluk agama Hindu Bali tetapi suku Sasak di Lombok mayoritas memeluk Islam.
Adat istiadat suku sasak pada saat perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang laki-laki, maka yang perempuan harus dilarikan dulu ke rumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan "Merarik". Sehari sampai tiga hari setelah dilarikan dari rumahnya, maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya sudah dilarikan oleh si A untuk dinikahi.

B.   PROSES ADAT PERKAWINAN
Pada masyarakat suku Sasak memiliki adat perkawinan yang jauh berbeda dengan suku-suku lain di wilayah nusantara ini. Adat dalam perkawinan ini merupakan aturan temurun yang dijalankan oleh masyarakat suku Sasak secara umum. Adat ini mungkin sampai saat ini masih dijumpai banyak dipraktekkan dan dilestarikan oleh masyarakat Sasak di wilayah selatan Pulau Lombok. Dalam proses adat perkawinan suku sasak dikenal beberapa istilah, yaitu Belawat/Midang, Ngujang, Mereweh, Bebait (melarikan), Sejati, Selabar, Nuntut Wali, Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan, Sorong Serah, dan Balas Ones Nae.

1.    Belawat/Midang
Belawat atau midang adalah seorang laki-laki datang mengunjungi rumah wanita/gadis yang menjadi kekasihnya. Kegiatan Belawat ini umumnya dilakukan pada malam hari, akan tetapi boleh juga dilakukan pada siang hari. Belawat pada siang hari jarang sekali terjadi dikalangan laki-laki Sasak.
Belawat dilakukan pada malam hari adalah sebagai bukti dan melambangkan bahwa laki-laki Sasak itu adalah seorang pemberani, sedangkan kalau yang Belawat siang hari itu adalah ibarat perempuan, atau dengan kata lain penakut.
Pada saat Belawat, ada tata krama yang harus dipedomani oleh seorang laki-laki dan wanita. Sebelum masuk ke rumah wanita yang di pidangi oleh seorang laki-laki maka dia harus mengucapkan salam, assalamualaikum atau ucapan Nurge. Kemudian akan keluar tuan rumah untuk mempersilahkan naik dan menyiapkan tempat duduk. Tempat duduk antara laki-laki dan perempuan itupun tidak boleh dekat, paling tidak kalau diukur dengan satuan maka jaranya minimal 2,5 m. Hal ini adalah untuk menjaga timbulnya fitnah demikian juga harus ada pihak keluarga perempuan yang mengawasi.
Gadis-gadis sasak umumnya memiliki pacar atau beraye lebih dari satu. Nah pada saat Belawat dikenal istilah belampuh. Belampuh adalah apabila seorang laki-laki datang berkunjung kepada rumah seorang gadis, kemudian di dirumah gadis itu dijumpai pacanya yang lain sudah datang duluan bertamu, inilah yang disebut dengan istilah belampuh.
Belampuh memiliki tata krama dan aturan yang harus dipatuhi agar tidak terjadi perkelahian antara pemuda yang menjadi kekasih gadis tersebut. Bagi pemuda yang datang belakangan, maka dia harus menunggu giliran untuk Belawat sampai pemuda yang pertama datang pamitan pulang. Akan tetapi bagi pemuda yang duluan datang dia harus mengerti bahwa ada saingannya yang menggu giliran. Kalau misalnya sudah lama menunggu kemudian pemuda pertama tidak keluar, maka pemuda yang menunggu ini memberikan salam Nurge untuk memberikan pengetahuan kepada pemuda yang pertama bahwa ada yang ngelampuh dia. Nah pada situasi seperti ini, pemuda yang pertama ini tidak boleh egois, tidak boleh dia bertahan untuk tidak pulang.

2.    Ngujang
Ngujang adalah istilah bagi seorang laki-laki yang membantu pacarnya bekerja disawah atau dikebun. Bagi pemuda sasak sebagai bentuk wujud perhatiannya dan solidaritasnya kepada keluarga si gadis idaman hatinya, maka dia akan sering sekali ikut membantu pacarnya bekerja di sawah atau di kebun. Misalnya menabur benih (Lowong atau najuk), ngerumput (ngume), panen (matak atau ngerampek) dan lain-lain.
3.    Mereweh
Mereweh adalah istilah untuk kegiatan bagi seorang pemuda yang membawakan sesuatu kepada pacarnya, misalnya ayam, makanan, pakaian, sabun, atau barang-barang lain yang diperuntukkan untuk pacarnya.
Mereweh dilakukan biasa pada saat ngujang atau lebaran. Mereweh pada saat ngujang biasanya berupa makanan atau minuman. Misanya roti, buah-buahan, kelapa muda, tebu dan lain-lain.

4.    Bebait
Nah, apabila setelah melangsung pacaran untuk saling mengenal satu sama lain, baik dengan keluarga dan kerabatnya, setelah ada kesepakatan antara laki-laki dan wanita untuk menikah, maka laki-laki akan melaksakan proses Bebait. Bebait adalah proses yang dilalui oleh seseorang yang akan melaksanakan perkawinan pada susuk sasak. Bebait dilakukan setelah ada "kesepakatan" oleh seorang bajang (pemuda) dengan seorang dedare (pemudi) yang akan melakukan perkawinan. Tetapi sebelum bebait atau yang populer dengan istilah "merarik" antara pemuda dan pemudi sudah terjalin hubungan dan saling kenal mengenal sebelumnya. Setelah pemudinya di ambil dari rumahnya oleh pemuda yang akan menikahinya, dibawa ke rumah keluarga, kerabat atau temannya si pemuda.
Yang cukup menarik pada malam datangnya calon pengantin ini (ke tempat persembunyian), kaum muda-mudi teman-teman, keluarga dan sahabat datang meramaikan acara serta menyaksikan calon pengantin wanita sambil membawa sabun, odol, rokok, ayam, telur, gula, kopi, teh dan lain-lain untuk sama–sama membalas jasa atau juga menanam jasa kepada kedua calon pengantin. Menanam jasa artinya memberikan kepada kedua calon pengantin, sebab dikala nanti mereka pasti akan kawin akan dibalas juga dengan seperti itu, akan tetapi tidak tercatat sebagai hutang. Kalau terjadi tidak diberikan tidak menjadi permasalahan.
Membalas jasa artinya membalas kebaikan calon pengantin bahwa pada saat belum kawin pernah membantunya, (pertolongan jasa dibalas dengan jasa disebut Besiruan). Pada malam itu juga semua pemuda pemudi ikut makan bersama–sama.
Kemudian bagi keluarga, teman-teman, dan sahabat-sahabatnya yang tidak bisa datang pada malam bebait itu, maka akan datang besoknya dengan membawa sesuatu sebagai oleh-oleh kepada pengantin. Oleh-oleh sebagi buah tangan itu biasa sabun, rokok, sampho, handuk dan lain-lain.

5.    Sejati/Besejati
Proses selanjutnya yang harus dijalani setelah melarikan gadis untuk dinikahi adalah BesejatiSejati artinya sungguh atau sesungguhnya. Sejati merupakan proses menyampaikan informasi yang ditujukan kepada pemerintah desa (desa asal calon pengantin wanita) untuk memberitahukan kepada kepala desa (Pengamong Krame) kemudian dilanjutkan informasi tersebut kepala dusun atau keliang (Pengemban Krame).
Isi informasi (sejati) yang diucapkan di kepala desa yaitu: “ada salah seorang warga desa ini yang bernama Baiq Ingas anaknya Mamiq Gagah berasal dari dusun Raden, bahwa Baiq Ingas (warga desa) telah meninggalkan desa ini sudah 3 hari yang lalu dengan tujuan kawin dengan warga dari desa Datu.
Isi informasi (sejati) yang diucapkan di kepala Dusun (Keliang) yaitu: “ada salah seorang warga Dusun ini yang bernama Baiq Ingas anaknya Mamiq Gagah berasal dari dusun ini, bahwa Baiq Ingas telah meninggalkan desa ini sudah 3 hari yang lalu dengan tujuan kawin dengan warga dari desa Datu.
Sejati dapat dilakukan setelah 3 atau selambatnya 5 hari setelah keluar dari desa atau setelah diambil oleh calon suaminya. Dalam pelaksanaan sejati boleh berhubungan dengan pemerintah desa saja, kalau terjadi antar kecamatan maka dapat berhubungan dengan kepala desa dan kepala dusun (Keliang), akan tetapi kalau terjadi satu desa tapi lain keliang maka pelasanaan sejati dapat menghubungi keliang, namun kalau terjadi satu dusun maka sejati dapat dilakukan sebagai permakluman dan dapat dilakukan ke proses selabar.

6.    Selabar
Selabar artinya sebar kabar. Selabar ini dilakukan setelah proses sejati selesai dijalankan dan diterima dengan baik oleh pihak pemerintah desa atau Keliang, dan proses selabar ini dapat dilaksanakan kepada orang tua dan sanak saudara calon pengantin wanita melalui keliang selaku pendamping keluarga selaku penanggung jawab secara pemerintah yang ada di dusun atau kampung.
Isi informasi (selabar) yang diucapkan di keluarga besar calon pengantin wanita yaitu: “ada anak, adik, kakak, saudara yang bernama Baiq Ingas anaknya Mamiq Gagah berasal dari dusun ini, bahwa Baiq Ingas telah meninggalkan rumah, ibu, bapak serta saudaranya semua sudah 3 hari yang lalu dengan tujuan mau kawin dengan anaknya Mamiq Seleh warga dari desa Datu.
Dalam prosesi selabar ini jumlah orang yang pergi selabar melambangkan kasta atau derajat garis keturunan calon pengantin. Apabila calon pengantin laki-laki dan perempuan adalah keturunan Datu, maka yang pergi nyelabar adalah sebanyak 6 orang, kemudian apabila calon pengantin laki-laki dan perempuan adalah keturunan bansawan/menak maka jumlahnya 4 orang, dan apabila calon pengantin laki-laki dan perempuan adalah keturunan jajar karang / biasa, maka yang nyelabar cukup 2 orang saja.

7.    Nuntut Wali
Nuntut wali artinya: menjemput wali, didalam pelaksanaan nuntut wali ini, apabila hal-hal yang penting didalam adat proses adatnya sudah semua selesai dibicarakan, maka wali sudah bisa diambil untuk mengawinkan kedua calon pengantin tentu dengan hasil musyawarah dari kedua belah pihak keluarga calon pengantin wanita dan keluarga calon pengantin laki. Wali di jemput oleh beberapa orang dari pihak pengantin laki dan membawa seorang pemuka agama, Kyai atau Ustad.

8.    Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan
Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan artinya meminta kepatutan atau kewajaran untuk dibebankan. Proses ini adalah suatu bentuk proses untuk mengambil hasil musyawarah pihak keluarga pengantin wanita tentang pinansial yang sepantasnya. Ini dapat dilaksanakan kapanpun setelah ada kesiapan dari pihak pengantin laki, sebab ini adalah sifatnya khusus karena membicarakan tentang materi. Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan ini dilaksanakan oleh pihak pengantin laki-laki yang benar–benar dekat serta berani bertanggung jawab atas keputusan yang disepakatinya. Di dalam proses ini yang dapat dibicarakan adalah Materi atau Bande, Penentuan hari gawe dan Lambang adat aji krame serta aturan diluar aji krame dan Sistim penyongkolan.

9.    Sorong Serah Aji Krame
Sorong artinya Dorongan, Serah artinya Penyerahan, Aji artinya Nilai strata, Krame artinya Aturan. Sorong Serah Aji Krame artinya suatu dorongan kepada kedua orang tua pengantin untuk menyerahkan atau melepaskan (Serah Terima) anak mereka untuk hidup berumah tangga sehingga kedua pengantin tidak terikat pada orang tua mereka masing masing. Di dalam proses inilah nampak bahwa proses serah terima tanggung jawab kedua orang tua dan sanak saudara masing–masing dalam hal pemiharaan atau (pengasuh), disamping itu juga dalam proses sorong serah inilah merupakan puncak sidang krame adat perkawinan untuk susuk sasak, karena pada proses ini harus dihadiri oleh para sesepuh, para penglingsir, kepala desa, dan kepala kampung (keliang) dari kedua pengantin, proses sidang adat tersebut ditegaskan bahwa kedua pengantin dinyatakan sah bersuami Istri dan disaksikan oleh seluruh masyarakat kampung bahkan di luar kampung (para tamu undangan)

10.  Balas Onas Nae
Setelah satu hari dari acara nyongkolan maka prosesi selanjutnya yang harus dilakukan adalah Balas Ones Nae. Balas Ones Nae.rtinya Kembali untuk Bersilaturrahmi. Balas Ones Nae ini merupakan suatu proses silaturrahmi antara ke dua orang tua serta sanak saudara dari kedua belah pihak dengan ujuan untuk saling kenal lebih dekat, dan proses ini sangat perlu dilaksanakan sebab selama proses demi proses dilakukan oleh utusan saja, sehingga tidak tau mungkinkah utusan itu pernah membuat tersinggung antara kedua belah pihak, maka dalam Balas Ones Nae inilah tempat saling memaafkan sehingga untuk selanjutnya mari kita menjalin keluarga ini dengan baik.


C.   FILOSOFI LAMBANG ADAT PERKAWINAN
Dalam melaksakan proses Soreong Serah Aji Krame adat perkawinan suku sasak terdapat beberapa Lambang Adat antara lain:

  1. Nampak Lemah
Nampak Lemah terdiri dari dua kata yaitu: Nampak artinya Nyata, Kelihatan, nyentuh dan Lemah artinya Tanah/Bumi. Nampak Lemah artinya Tanah Yang Nyata, bahwa kita semua (manusia) hidup dan besar dari hasil tanah atau Bumi dan akan kembali dengan Nyata ke tanah.
Makna filosofinya dari Nampak Lemah adalah mengingatkan kepada semua manusia bahwa manusia yang lahir di dunia ini melalui proses yang sakral, manusia hadir di dunia ini dengan Nampak telanjang tidak membawa apa–apa dan berbaring di atas tanah.
Nampak Lemah ini dilambangkan dengan benda yang berharga (mahal), emas atau Uang Ringgit, ini artinya kelahiran manusia ini memiliki harga diri (Harkat dan Martabat) yang sangat mahal harganya.
Jumlah nampak lemah itu untuk orang biasa, 20 ribu sedang kan untuk kaum bangsawan itu adalah 40 ribu.

  1. Olen–Olen
Olen artinya kumpulan benang yang sudah di proses menjadi kain. Olen dilambang dengan kain suatu tujuan untuk menutupi aurat dari baru lahir manusia sudah memakai kain, Disimpulkan bahwa Ajikrame itu dilambangkan dengan Uang dan Kain. karena manusia yang hidup di dunia ini tidak bisa terlepas dari kepeng dan Benang (kain), sampai dia meninggal dunia.

  1. Sesirah Aji/Otak Bebeli
Sesirah Aji berasal dari kata Sirah yaitu Kepala. Dan Sesirah Aji/Otak Bebeli disimbulkan dengan:
a.    Bokor adalah merupakan perlambang sebuah bumi atau dunia
b.    Kain putih adalah merupakan perlambang kesucian
c.    Kain hitam adalah perlambang adat
d.    Benang Kataq adalah merupakan pengikat antara agama dan adat yang ada di atas dunia agar dapat menjadi satu, artinya bahwa agama dan adat sudah ada pada satu wadah yaitu dunia sehingga harus berjalan dengan sama.

  1. Salin Dede
Salin Dede berasal dari dua kata yaitu salin dan Dede. Salin Artinya Ganti, Dede Artinya Asuh. Salin Dede artinya pengantin wanita sudah berganti yang menanggung jawabkan dari segala kebutuhan hidupnya atau sudah ada orang memelihara dan mengasuh yaitu suaminya. Salin Dede ini dilambangkan dengan beberapa macam benda yaitu:
a.    Ceraken
Merupakan sebuah wadah yang terdapat beberapa lubang di dalamnya, ceraken dan isinya adalah lambang untuk Kesehatan yang sistem pengobatannya secara tradisional, sehingga pada waktu menyerahkan harus diisikan dengan segala macam ramuan obat–obatan dan bumbu–bumbu.
b.    Tepaq/Tuai
Sebuah wadah yang bahan bakunya dari tanah yaitu untuk memandikan cabang bayi dan untuk menghangatkan badan ibu yang baru melahirkan.
c.    Periuq
Sebuah wadah yang terbuat dari tanah yaitu untuk tempat untuk ari–ari bayi yang baru lahir dan ditanam dengan periuk. Dan banyak lagi proses yang lainnya.
d.    Semprong Bambu
Sebuah sarana yang terbuat dari buluh bambu yang digunakan untuk meniup api di dapur atau juga untuk meniup api pada saat ibu baru selesai melahirkan tidak bisa kesana kemari sehingga ia harus meniup api yang ada di depannya untuk menghangatkan bagian perut atau betis yang masih bengkak.
e.    Sabuk Anteng
Sebuah benang sesekan atau tenunan yang terbuat dengan kurang lebih 3 atau 4 meter untuk mengikat perut ibu yang baru selesai melahirkan agar perutnya tidak selalu bengkak.
f.     Kain Panjang
Sebuah kain batik panjang untuk mengingatkan kita sewaktu masih belum bisa apa–apa kita selalu tidur di atas gendongan ibu, dengan memakai kain panjang itulah ibu selalu menggendong kita
g.    Sesapah
Sebuah wadah tempat nasi yang di papak (kunyahan) ibu sampai lembut seperti bubur tapi berbentuk bundar dan di wadah itulah nasi itu ditaruh sesudah ibu mengunyahnya, sehingga kapan pun waktunya bayi mau makan nasi sudah siap di atas sesapah.
h.    gadang
Sebuah wadah tempat nasi untuk ibu yang bentuknya lembut seperti bubur, tapi berbentuk lembek dan digadang itulah nasi itu ditaruh sesudah diangkat dari periuk, dan juga tahan dari pagi sampai malam nasi tersebut tidak akan basi sehingga kapan pun waktunya ibu mau makan nasi sudah siap di atas sempare (gantungan).

  1. Pamungkas Wacana/Pemegat
Setiap ada pertemuan selalu ada perpisahan begitulah diibaratkan dengan Pamungkas Wacana ini, sebab Pamungkas adalah Penutup sedang Wacara adalah pembicaraan, sehingga pamungkas wacana ini dilambangkan dengan Uang recehan, uang inilah disebut dengan uang saksi. Jumlahnya adalah sesuai dengan jumlah uang nampak lemah.

  1. Penjaruman
Penjaruman adalah atas jerih payah kepala dusun yang dari dulu pengantin wanita ini yang selaku warganya ia pun ikut bertanggung jawab dengan keamanan warganya, Penjaruman dilambangkan dengan Uang dan diserahkan kepada kepala dusun asal pengantin wanita. Ini praktek yang terjadi sekarang.
Akan tetapi sesungguhnya penjaruman itu adalah uang sebagai pertanda persambungan pertalian hubungan keluarga yang baru terjadi pertama kali pada keluarga yang bersangkutan. Sehingga uang penjaruman itu bukan diterima oleh kadus, tetapi di berikan kepada ibu pengantin perempuan. Dan jumlahnya disesuaikan dengan jumalah uang nampak lemah.

  1. Kebo Turu
Kebo turu dilambangkan dengan kris yang terdiri dari besi dan sarung ini artinya besi adalah lambang laki–laki sedangkan sarung lambang wanita dan kedua lambang itu harus dijaga kehormatannya jangan sampai bukan besi miliknya yang disarung dan juga bukan sarung miliknya ia masuk. Sebab besi dan sarung kalau sudah pasangan tidak boleh sembarang ngambil pasangan lain akan mengakibatkan peperangan memakai keris yang sejati. Kris merupakan senjata dan sebagai pelengkap kehormatan dan perlengkapan upacara adat dan alat untuk membela keluarga (istri ) jika diganggu orang lain.

  1. Gaman Desa/Pembukaq Jebak
Gaman adalah sejata dan Desa adalah Desa. Gaman Desa dilambangkan dengan Senjata, yaitu senjata Tumbak sehingga zaman dulu di tiap desa mempunyai senjata desa dan sekaligus jaga oleh lang–lang desa.
Dengan sudah langka senjata seperti tumbak asli maka gaman Desa dilambangkan dengan Uang, nilai keuangan sesuai peraturan desa setempat.

  1. Babas Kuta/Buka Kute
Babas Kuta adalah segala sesuatu pengurusan sewaktu mengurus apapun selalu melalui desa sehingga bagi masyarakat yang mengambil seorang warga desa itu maka harus membayar babas kuta biasa disebut oleh desa pembangunan desa dan lain–lain.

Terkait dengan jumlah-jumlah di atas, misalnya tentang jumlah uang, jumlah orang yang selabar mengapa menggunakan jumlah demikian, pemakalah belum mendapatkan informasi dari sumber-sumber yang ditemui. Hanya mendapatkan jawaban bahwa memang begitu adat yang sudah ditinggallan dan ini bersumber dari Bali atau orang-orang Hindu. Nah belum jelas tentang makna fisosofi yang terkandung dari jumlah-jumlah tersebut.
Namun, adat istiadat perkawinan ini dapat menjaga keutuhan dan persatuan masyarakat sasak pada khusunya. Melalui adat istiadat yang cukup unit dan rumit ini dapat memberikan pemahaman kepada kita bahwa perkawinan itu adalah sesuatu yang sangat sakral dan tidak dapat dilakukan dengan sembarangan, sehingga orang yang akan melangsungkan perkawinan itu harus sudah betu-betul siap baik lahir maupun batin. Sebab kalau tidak siap lahir dan batin, maka prosesi itu tidak akan bisa dijalankan.
Walllahua'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar